Salam Satu Aspal, Kisah ini terjadi sekitar 5 tahun yang lalu, sebelum Rawa Kutuk sebuah danau atau situ di daerah Pondok Jagung – Serpong Utara – Tangerang Selatan Banten, berubah nama menjadi Situ Pondok Jagung. Setelah berganti nama menjadi ‘Situ Pondok Jagung’ kini susanannya berubah dan sangat jauh beda dari sebelumnya. Dulu, kondisi Situ Pondok Jagung yang lokasinya berdekatan dengan kawasan Alam Sutera ini, sangat tidak terawat dan tertutup semak belukar.
Namun sekarang tidak lagi. Setelah pemerintah Kota Tangerang Selatan melakukan normalisasi situ untuk mengembalikan fungsinya sebagai resapan dan pengendali banjir, Situ Pondok Jagung juga menjadi salah satu destinasi bagi masyarakat Tangerang Selatan untuk berkreasi dan berolahraga.
Perkenalkan Gw Jefry, Supir GRAB online. Gw ngeGRAB sejak tahun 2017. Kejadian ini terjadi pada bulan Desember 2018. Gw dari depan Golf Modernland, nunggu santai sambal ngopi di Alfamart. Baru setengah gelas plastic kopi hitam dan 1 batang rokok Djarum Super Gw hisap, Gw disamperin Wanita setengah baya. Wanita ini meminta tolong diantar ke Rawa Kutuk Pondok Jagung, tapi tidak punya aplikasi GRAB. “saya ga punya aplikasi GRAB dan ga punya HP, tapi kalau duit ada” penjelasannya sambal menunjukkan dompet batik warna merah. Memang sih mobil NISAN putih Gw ada setiker GRAB jadi Si Ibu pasti tau Gw supir GRAB. Yang namanya rezeky, sikat ajalah piker Gw gitu. Cek di aplikasi 63.000 rupiah. Gw sampaikan ke dia dan Si ibu setuju. Si Ibu masuk dan duduk persisi di belakang Gw. Heemmm aroma melati tercium tajam. “parfum melati memang setajam ini” piker Gw. “Ibu kita lewat mana” Gw mencoba menyapa biar tidak sunyi, walau Gw tau jalan tercepat. “terserah Abang ajah dah, Ane mah ikut ajah” jawabnya dengan logat Betawi. Tadi perasaan ga ada logat betawinya deh. Bayangan Gw nih dari namanya ‘Rawa Kutuk’, pasti ini rawa punya dosa gede banget sampai dikutuk gitu, ha ha ha.
“ibu tinggal di rawa kutuk” tanya Gw lagi, sambal memperhatikan lewat kaca sepion. “iya” jawabnya singkat. “tapi udah sebulan dah, ini kaga pulang ke rawa kutuk” lanjut si ibu sambal merapikan kepang rambutnya yang kiri. “dari lahir, tinggal di sana” tanya Gw lagi. “la iya” “dah lama banget dah” jawabnya sambal merapikan kepangnya yang kanan. Dari kaca sepion Gw liat Si Ibu tersenyum, sepertinya Si Ibu tahu Gw memperhatikannya. “Tau dong sejarahnya, kenapa dinamakan rawa kutuk” akhirnya Gw tanya juga nih. Soalnya Gw penasaran kenapa namanya tuh danau ‘Rawa Kutuk’. “ya tau lah” katanya tersenyum penuh misteri. Akhirnya Si Ibu bercerita, bahwa dulu tuh terdapat dua kerajaan besar yang berada di Tangerang. Kerajaan Majapayung yang berada di sebelah Barat, dan Kerajaan Gatolan berada di sebelah Timur. Di antara dua kerajaan terdapat sebuah jalan yang menghubungkan dua kerajaan. Kerajaan Majapayung dipimpin oleh Ratu Malin, sedangkan Kerajaan Gatolan ini dipimpin oleh Raja Lulung. Penduduk yang tinggal di sekitar Kerajaan Gatolan sangatlah banyak, sehingga wilayah Gatolan menjadi sangat sempit dan terlalu ramai. Oleh karena itu, Raja Lulung memutuskan untuk memperluas daerah kekuasaannya. Maka disuruhlah utusannya mencari daerah untuk memperluas kekuasaannya.
Utusannya pun menemukan rawa dan ditepinya ada jalan. Raja Lulung menyampaikan kepada penduduknya dan pengikutnya bahwa adanya lahan untuk ditempati. Tanpa berpikir panjang, segeralah penduduknya menempati lahan di tepi jalan tersebut. Raja Lulung tidak mengetahui bahwa lahan ditepi Jalan Rawa adalah milik Kerajaan Majapayung. Berita Jalan Rawa telah diambil alih oleh Kerajaan Gatolan telah sampai di telinga Kerajaan Majapayung. Mendengar hal ini, Ratu Malin dari Barat pun kesal. Sang ratu langsung menyatakan perang terhadap Kerajaan Gatolan. Lima hari kemudian perang berlangsung darah berceceran, mayat bergeletakan, senjata perang bertebaran. Pada hari ke tiga belas Kerajaan Gatolan dapat mengalahkan pasukan Raja Lulung, tapi Jalan Rawa menjadi rusak akibat perang yang terjadi. Pada hari itu juga rakyat langsung dengan semangat memperbaiki jalan tersebut, sementara itu di Kerajaan Majapayung Ratu Malin sangat murka melihat kemenangan Kerajaan Gatolan. Segera ia mengutus orang pintar bernama Nyi Jongkrak untuk mengutuk jalannya yang telah diambil alih. “Sebanyak butiran pasir pun engkau memperbaiki jalan ini, sampai mati pun tidak akan bagus.” Sehingga orang-orang Kerajaan Gatolan yang tinggal di sekitar jalan tersebut yang bersebelahan dengan danau atau rawa, menyebutnya "Rawa Kutuk". “begitu ceritanya” kata Si Ibu. Pandanganya kosong, seperti orang melamun.
Tepat di Perumahan Alam Sutera mau masuk ke Jalan Rawa Kutuk, Si Ibu meminta berhenti dan dia membayar dengan uang 100.000 tanpa mau menerima kembalian, hanya kata terimakasih dan menutup pintu dengan pelan. Si Ibu berjalan cepat ke Rawa Kutuk dan setengah berlari karena gerimis tipis sudah mulai kencang. Gw istirahat sejenak sambal mengambil sebatang Djarum Super. Gw memang sering lewat jalan rawa kutuk, karena itu jalan pintas kalau mau ke Ciledug atau ke Bintaro. Tapi jalan rawa kutuk ini sempit, kalua papasan dua mobil kita harus pelan-pelan. Apalagi dari arah Alam Sutera, sebalah kanan Danau dan sebelah kiri tembok perumahan, mepet jalan. LIVINA putih Gw hidupkan dan masuk ke jalan rawa kutuk. Gerimis semakin kencang, Gw berjalan pelan walau sepi menjelang magrib. Tiba tiba Gw liat Si Ibu nyebrang dari arah rawa, lewat di depan mobil Gw. Mendadak gw berhenti. Dia tersenyum, manis banget. wajahnya cantik dengan kepang duanya yang khas dan terus jalan menembus tembok pembatas perumahan. Gw terdiam dan bingung. “Ko bisa ya Si Ibu menembus tembok” sambil gw melihat ke kiri dan kanan. Bulu kuduk Gw merinding, Gw tengok kursi belakang. Kosong. Buru buru Gw lanjut jalan lagi, tanpa berani menoleh ke kiri atau ke kanan, apalagi ke belakang.
Hans. Okt 23.
Komentar0